Assalammualaikum... Akhi, Ukhty...
Apa kabarnya?
Topik kita hari ini yaitu :
Hadits-hadits palsu dan lemah yang sering disebut di bulan Ramadhan
Sesungguhnya
segala pujian hanya bagi Allah, kami menyanjung-Nya, memohon
pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan kepada-Nya, dan kami juga
berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa-jiwa kami dan dari kejelekan
amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka
sungguh dia termasuk orang yang mendapatkan hidayah, dan barangsiapa
yang disesatkan oleh Allah, maka tidak
ada seorang pun yang bisa memberikan petunjuk kepadanya.
Dan
aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi
dengan benar kecuali Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan
aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
Adapun
setelah itu, bahwasanya sebaik-baik perkataan adalah Kalamullah, dan
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk nabi kita Muhammad shallallahu
‘alaihi wa’ala alihi wasallam, dan bahwasanya sejelek-jelek perkara
adalah segala sesuatu yang diadakan-adakan, dan segala sesuatu yang
diada-adakan dalam agama ini adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah
sesat.
Kemudian
setelah itu, ketahuilah bahwasanya perbuatan dusta atas nama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan penyakit berbahaya dan sulit
diobati yang telah menyebar (di tengah-tengah umat) seperti menyebarnya
api pada tumbuhan yang kering. Pernyakit ini merupakan penjerumus ke
dalam kebid’ahan, kesesatan, khurafat, menentang dalil, serta menyimpang
dari jalan yang lurus dan jalan kaum mu’minin. Berdusta atas nama nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam juga menyebabkan pelakunya pantas untuk
mendapatkan ancaman berupa tempat duduk dari neraka.[1]
Saudara
pembaca sekalian, akan kami sebutkan untuk anda beberapa hadits yang
dusta (palsu) atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga
hadits dha’if (lemah) yang
sering disebut pada bulan yang penuh barakah ini, dengan harapan agar
anda berhati-hati darinya, tidak mencampuradukkan antara al-haq dengan
al-bathil, dan agar urusan (agama) anda benar-benar di atas ilmu.
HADITS PERTAMA
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُوْنَ السَّنَة كُلّهَا
“Kalau
seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan
(keutamaannya), maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa
satu tahun itu adalah bulan Ramadhan seluruhnya.”
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).
Hadits
ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/190], Abu
Ya’la Al-Mushili di dalam Musnadnya [IX/180], dan selain keduanya.
Di
dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub. Tentang rawi
yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya:
Abu Nu’aim Al-Fadhl bin Dukain mengatakan bahwa dia suka memalsukan hadits.
Al-Bukhari, Abu Hatim, dan Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia adalah Munkarul Hadits.
Ibnu Khuzaimah mengatakan: “Jika haditsnya shahih …”[2]
Ibnul
Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/103] dan juga Asy-Syaukani dalam
Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 74] menghukumi dia (Jarir bin Ayyub) adalah
perawi yang suka memalsukan hadits -yakni pendusta-.
Lihat Lisanul Mizan [II/302] karya Ibnu Hajar.
HADITS KEDUA
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أمَّتِي
“Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”
Hadits ini adalah hadits yang
didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).
Di
dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Abu Bakr An-Naqqasy. Tentang
rawi yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di
antaranya:
Thalhah
bin Muhammad Asy-Syahid mengatakan bahwa Abu Bakr An-Naqqasy suka
memalsukan hadits, dan kebanyakannya tentang kisah-kisah.
Abul
Qasim Al-Lalika’i mengatakan bahwa tafsir dari Abu Bakr An-Naqqasy
justru akan mencelakakan hati, tidak menjadi obat bagi hati-hati ini.
Dan
di dalamnya juga terdapat rawi yang bernama Al-Kisa’i yang dikatakan
oleh Ibnul Jauzi sebagai rawi yang majhul (tidak dikenal).
Hadits ini diriwayatkan oleh Abul Fath bin Al-Fawaris di dalam Al-Amali dari Al-Hasan Al-Bashri secara mursal.
Al-Hafizh
Al-’Iraqi mengatakan dalam Syarh At-Tirmidzi: “Ini adalah hadits dha’if
jiddan (sangat lemah), dan dia termasuk hadits-hadits mursal yang
diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri), kami meriwayatkannya dari Kitab
At-Targhib Wat Tarhib karya Al-Ashfahani, hadits-hadits mursal yang
diriwayatkan dari Al-Hasan (Al-Bashri) tidak
bernilai (shahih) menurut Ahlul Hadits, dan tidak ada satu hadits pun
yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab.”
Ibnul
Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at [II/117], Adz-Dzahabi dalam Tarikhul
Islam [I/2990], dan Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 95]
menghukumi bahwa hadits ini adalah hadits palsu, didustakan atas nama
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lihat Lisanul Mizan [VI/202] karya Ibnu Hajar.
HADITS KETIGA
يا أيها الناس
انه قد أظلكم شهر عظيم شهر مبارك فيه ليلة خير من ألف شهر فرض الله صيامه
وجعل قيام ليله تطوعا فمن تطوع فيه بخصلة من الخير كان كمن أدّى فريضة فما
سواه … وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار
“Wahai
sekalian manusia, sungguh hampir datang kepada kalian bulan yang agung
dan penuh barakah, di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik
daripada seribu bulan, Allah wajibkan untuk berpuasa pada bulan ini, dan
Allah jadikan shalat pada malam harinya sebagai amalan yang sunnah,
barangsiapa yang dengan rela melakukan kebajikan pada bulan itu, maka
dia seperti menunaikan kewajiban
pada selain bulan tersebut …, dan dia merupakan bulan yang awalnya
adalah kasih sayang, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirnya adalah
pembebasan dari api neraka.”
Hadits
ini adalah hadits munkar, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam
Shahihnya [III/191], dan beliau mengatakan: “Jika haditsnya shahih.”
Maksud ungkapan ini adalah bahwa Al-Hafizh Ibnu Khuzaimah ragu (tidak
memastikan) penshahihan hadits ini karena derajat sanadnya yang rendah
(tidak sampai derajat shahih), maka jangan ada seorangpun yang mengira
bahwa hadits ini shahih menurut Ibnu Khuzaimah.
Lihat Tadribur Rawi [I/89] karya As-Suyuthi.
Hadits
ini juga dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman [III/305],
Al-Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/412], dan yang lainnya.
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’an yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Ibnu Khuzaimah mengatakan bahwa dia tidak bsa dijadikan hujjah karena jeleknya hafalan dia.
Al-Bukhari mengatakan bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah.
Di dalam sanadnya juga terdapat rawi yang bernama Iyas bin Abi Iyas yang dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Adz-Dzahabi mengatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak dikenal.
Al-’Uqaili mengatakan bahwa dia adalah rawi yang majhul (tidak dikenal) dan haditsnya tidak mahfuzh (yakni syadz/ganjil).
Abu Hatim mengatakan: “Ini adalah hadits Munkar.” (Al-’Ilal karya Ibnu Abi Hatim [I/249]).
Lihat
Lisanul Mizan [II/169] karya Ibnu Hajar, As-Siyar [V/207] karya
Adz-Dzahabi, dan As-Silsilah Adh-Dha’ifah [II/262] karya Asy-Syaikh
Al-Albani.
HADITS KEEMPAT
إذا
كان أوَّل ليلة من شهر رمضان نظر الله إلى خلقِهِ الصيَّام فإذا نظر الله
إلى عبدٍ لم يعذِّبْهُ أبدًا،ولله عزَّ وجَلَّ في كُلِّ يومٍ ألف عتيقٍ من
النَّار
“Ketika
malam pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah
melihat kepada seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya
selamanya, dan Allah ‘azza wajalla pada setiap harinya memiliki seribu
hamba yang dibebaskan dari neraka.”[3]
Hadits ini adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (palsu).
Di
dalam sanadnya banyak rawi yang majhul (tidak dikenal) dan rawi yang
dituduh berdusta yaitu ‘Utsman bin ‘Abdillah Al-Qurasyi Al-Umawi
Asy-Syami yang dikatakan oleh para ulama di antaranya:
Al-Juzajani menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), suka mencuri hadits.
Abu Mas’ud As-Sijzi menyatakan dia adalah kadzdzab.
Ibnul
Jauzi di dalam Al-Maudhu’at [II/104], Ibnu ‘Arraq di dalam Tanzihusy
Syari’ah [II/146], Asy-Syaukani di dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal.
85], dan yang lainnya menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu,
didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lihat Lisanul Mizan [V/147] karya Ibnu Hajar.
HADITS KELIMA
صُوْمُوا تَصِحُّوا
“Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat.”
Ini
adalah hadits dha’if, dikeluarkan oleh Al-’Uqaili dalam Adh-Dhu’afa’
[II/92], Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir [1190], dan selain
mereka.
Di dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Zuhair
bin Muhammad At-Tamimi, riwayat penduduk negeri Syam dari dia adalah riwayat yang di dalamnya banyak riwayat munkar.
Dalam
sanadnya yang lain, terdapat rawi yang bernama Nahsyal bin Sa’id, dan
dia adalah rawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya). Ishaq bin Rahuyah
dan Abu Dawud Ath-Thayalisi menyatakan dia adalah rawi yang kadzdzab
(pendusta). Di samping itu sanadnya juga terputus.
Dalam
sanadnya yang lain juga terdapat rawi yang bernama Husain bin ‘Abdillah
bin Dhamirah Al-Himyari yang dikatakan oleh para ulama di antaranya:
Al-Imam Malik menisbahkan dia sebagai rawi yang pendusta.
Ibnu Ma’in menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), tidak ada nilainya sedikitpun.
Al-Bukhari menyatakan bahwa dia adalah munkarul hadits (kebanyakan haditsnya munkar).
Abu Zur’ah menyatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak ada nilainya sedikitpun, hinakan haditsnya (yakni yang dia riwayatkan).”
Al-Hafizh Al-’Iraqi
melemahkan sanadnya, dan Asy-Syaikh Al-Albani melemahkan hadits ini. [As-Silsilah Adh-Dha’ifah (253)].
HADITS KEENAM
أُعطِيت
أمَّتِي خمس خِصالٍ في رمضان لم تُعطهنَّ أمَّةٌ قبلهم:خلوفُ فَمِ الصائم
أطيبُ عند اللهِ من ريحِ المِسك،وتستغفرُ لهم الحِيتان حتي يُفطروا
“Umatku
ini pada bulan Ramadhan diberi lima perangai yang tidak diberikan
kepada umat sebelumnya: (1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi
Allah daripada aroma misk,(2) Ikan-ikan memintakan ampun untuk mereka
sampai berbuka …”
Ini adalah hadits dha’if jiddan (sangat lemah).
Dikeluarkan oleh Ahmad dalam Musnadnya [II/292, 310], Al-Harits bin Usamah dalam Musnadnya [I/410], dan selain keduanya.
Di
salam sanadnya terdapat rawi yang bernama Hisyam bin Ziyad bin Abi Zaid
yang dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai matrukul hadits
(ditinggalkan haditnya).
Asy-Syaikh
Al-Albani menghukumi hadits ini sebagai hadits dha’if jiddan (sangat
lemah), sebagaimana dalam Dha’if At-Targhib Wat Tarhib [586].
HADITS KETUJUH
إِنَّ شَهْرَ رَمَضَانَ مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لاَ يُرْفَعُ إِلاَّ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ
“Sesungguhnya bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi, tidaklah bisa diangkat kecuali dengan zakat fitrah.”
Ini adalah hadits dha’if.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Shishri di dalam Al-Amali dan bagian hadits ini hilang, juga
diriwayatkan oleh Ibnu Syahin di dalam At-Targhib, dan Ibnul Jauzi di
dalam Al-’Ilal Al-Mutanahiyah [II/499].
Di
dalam sanadnya terdapat rawi yang bernama Muhammad bin ‘Ubaid yang
dikatakan oleh Ibnul JAuzi bahwa dia adalah majhul (tidak dikenal). Al
Hafizh Ibnu Hajar mengatakan setelah menyebutkan hadits ini di dalam
Lisanul Mizan [V/276]: “Dia adalah rawi yang tidak ada satupun yang
mengikutinya.”
Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan hadits ini di dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah (43).
-Ditulis secara ringkas oleh Abu Zur’ah Sulaiman bin ‘Ali bin Syihab As-Salafy-.
Dan
diterjemahkan secara ringkas[4] pula dari
http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588 ditambah sedikit catatan
kaki dari penerjemah.
Wallahu a’lam bish-shawab.
[1] Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
[1] Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّار
“Barangsiapa
yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia
mempersiapkan tempat duduknya di neraka.” [Muttafaqun ‘Alaihi dari
shahabat Abu Hurairah, Al-Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya]
[2]
Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa beliau tidak memastikan
keshahihan hadits sebagaimana yang akan disebutkan dalam penjelasan
hadits ketiga setelah ini. Wallahu
a’lam.
[3]
Demikian lafazh yang tercantum dalam sumber rujukan. Namun di dalam
sebagian referensi, -dengan keterbatasan pengetahuan kami-, ditemukan
ada perbedaan lafazh, yaitu tentang jumlah hamba yang dibebaskan dari
neraka, di referensi tersebut disebutkan berjumlah satu juta. Wallahu
a’lam.
[4]
Sengaja bagian yang tidak kami terjemahkan adalah beberapa istilah
muhadditsin atau istilah dalam ilmu hadits yang belum bisa kami
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat. Tetapi insya Allah
tidak akan mengubah isi dan substansi pembahasan. Wallahu a’lam.
sumber : http:// www.darussalaf.or.id
DIVISI PENGEMBANGAN DAKWAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar