Bismillahirrahmanirrahim
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam yang
kesatu : Tiada Tuhan selain Allah mengandung gabungan antara peniadaan dan
pengecualian. Perkataan "Tidak ada Tuhan" meniadakan segala bentuk
kepercayaan, sedangkan perkataan "Selain Allah" memperkecualikan satu
kepercayaan kepada kebenaran. Dengan peniadaan itu dimaksudkan agar manusia
membebaskan dirinya dari belenggu segenap kepercayaan yang ada dengan segala
akibatnya, dan dengan pengecualian itu dimaksudkan agar manusia hanya tunduk
pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan memilih nilai-nilai, itu berarti
tunduk pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta segala yang ada termasuk
manusia. Tunduk dan pasrah itu disebut Islam.
Tuhan
itu ada, dan ada secara mutlak hanyalah Tuhan. Pendekatan ke arah pengetahuan
akan adanya Tuhan dapat ditempuh manusia dengan berbagai jalan, baik yang
bersifat intuitif, ilmiah, historis, pengalaman dan lain-lain. Tetapi karena
kemutlakan Tuhan dan kenisbian manusia, maka manusia tidak dapat menjangkau
sendiri kepada pengertian akan hakekat Tuhan yang sebenarnya. Namun demi
kelengkapan kepercayaan kepada Tuhan, manusia memerlukan pengetahuan secukupnya
tentang Ketuhanan dan tata nilai yang bersumber kepada-Nya. Oleh sebab itu
diperlukan sesuatu yang lain yang lebih tinggi namun tidak bertentangan dengan
insting dan indera. Sesuatu yang diperlukan itu adalah "Wahyu" yaitu
pengajaran atau pemberitahuan yang langsung dari Tuhan sendiri kepada manusia. Tetapi
sebagaimana kemampuan menerima pengetahuan sampai ketingkat yang tertinggi
tidak dimiliki oleh setiap orang, demikian juga wahyu tidak diberikan kepada
setiap orang.
Wahyu
itu diberikan kepada manusia tertentu yang memenuhi syarat dan dipilih oleh
Tuhan sendiri yaitu para Nabi dan Rasul atau utusan Tuhan. Dengan kewajiban
para Rasul itu untuk menyampaikannya kepada seluruh ummat manusia. Para rasul
dan nabi itu telah lewat dalam sejarah semenjak Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa
atau Yesus anak Mariam sampai pada Muhammad SAW. Muhammad adalah Rasul
penghabisan, jadi tiada Rasul lagi sesudahnya. Jadi para Nabi dan Rasul itu
adalah manusia biasa dengan kelebihan bahwa mereka menerima wahyu dari Tuhan.
Jadi
untuk memahami Ketuhanan Yang Maha Esa dan ajaran-ajaranNya, manusia harus
berpegang kepada Al-Quran dengan terlebih dahulu mempercayai kerasulan Muhammmad
SAW. Maka kalimat kesaksian yang kedua memuat esensi kedua dari kepercayaan
yang harus dianut manusia, yaitu bahwa Muhammad adalah Rasul Allah. Kemudian di
dalam Al-Quran didapat keterangan lebih lanjut tentang Ketuhanan Yang maha Esa
ajaran-ajaranNya yang merupakan garis besar dan jalan hidup yang mesti diikuti
oleh manusia.
Tentang
Tuhan antara lain: surat Al-Ikhlas (112: 1-4) menerangkan secara singkat;
katakanlah : "Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia itu adalah Tuhan. Tuhan
tempat menaruh segala harapan. Tiada Ia berputra dan tiada pula berbapa”.
Selanjutnya Ia adalah Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Adil, Maha Bijaksana,
Maha Kasih dan Maha Sayang, Maha Pengampun dan seterusnya daripada segala sifat
kesempurnaan yang selayaknya bagi Yang Maha Agung dan Maha Mulia, Tuhan seru
sekalian Alam.
Juga
diterangkan bahwa Tuhan adalah yang pertama dan yang penghabisan, Yang lahir
dan Yang Bathin (57:3), dan "kemanapun manusia berpaling maka disanalah
wajah Tuhan" (2:115). Dan "Dia itu bersama kamu kemanapun kamu
berada" (57:4). Jadi Tuhan tidak terikat ruang dan waktu. Sebagai
"yang pertama dan yang penghabisan", maka sekaligus Tuhan adalah asal
dan tujuan segala yang ada, termasuk tata nilai. Artinya; sebagaimana tata
nilai harus bersumber kepada kebenaran dan berdasarkan kecintaan kepadaNya, Ia
pun sekaligus menuju kepada kebenaran dan mengarah kepada
"persetujuan" atau "ridhanya". Inilah kesatuan antara asal dan
tujuan hidup yang sebenarnya (Tuhan sebagai tujuan hidup yang benar). Tuhan
menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya, dan mengaturnya dengan pasti
(6:73, 25:2).
Oleh
karena itu alam mempunyai eksistensi yang riil dan obyektif, serta berjalan
mengikuti hukum-hukum yang tetap. Dan sebagai ciptaan daripada sebaik-baiknya
penciptanya, maka alam mengandung kebaikan pada dirinya dan teratur secara
harmonis (23:14). Nilai ciptaan ini untuk manusia bagi keperluan perkembangan peradabannya
(31:20). Maka alam dapat dan dijadikan obyek penyelidikan guna dimengerti
hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) yang berlaku didalamnya. Kemudian manusia
memanfaatkan alam sesuai dengan hukum-hukumnya sendiri (10:101).
Manusia
adalah puncak ciptaan dan mahluk-Nya yang tertinggi (95:4,17:70). Sebagai
mahluk tertinggi manusia dijadikan "Khalifah" atau wakil Tuhan di
bumi (6:165). Manusia ditumbuhkan dari bumi dan diserahi untuk memakmurkannya
(11:61). Maka urusan di dunia telah diserahkan Tuhan kepada manusia. Manusia
sepenuhnya bertanggungjawab atas segala perbuatannya di dunia. Perbuatan
manusia ini membentuk rentetan peristiwa yang disebut "sejarah".
Dunia adalah wadah bagi sejarah, dimana manusia menjadi pemilik atau
"rajanya".
Untuk
memperoleh ilmu pengetahuan tentang nilai kebenaran sejauh mungkin, manusia
harus melihat alam dan kehidupan ini sebagaimana adanya tanpa melekatkan
padanya kualitas-kualitas yang bersifat ketuhanan. Sebab sebagaimana
diterangkan dimuka, alam diciptakan dengan wujud yang nyata dan objektif
sebagaimana adanya.
Alam
tidak menyerupai Tuhan, dan Tuhan pun untuk sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan alam. Sikap memper-Tuhan-kan
atau mensucikan (sakralisasi) haruslah
ditujukan kepada Tuhan sendiri. Tuhan adalah Allah Yang Maha Esa (41:37). Ini
disebut "Tauhid" dan lawannya disebut "syirik" artinya
mengadakan tandingan terhadap Tuhan, baik seluruhnya
atau sebagian maka jelasnya bahwa
syirik menghalangi perkembangan dan kemajuan peradaban kemanusiaan menuju
kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar